"Sampai nanti ketika hujan tak lagi
Meneteskan duka meretas luka
Sampai hujan memulihkan luka"
Kudengar
nyanyian penikmat hujan. Syahdu. Beradu bersama semilir angin yang
membuatku semakin merindu. Seandainya aku sempat menyapa derasnya hujan,
kupikir aku akan merasa nyaman walaupun belum ada kesempatan untuk
mencobanya.
Bumi basah, berderai air hujan yang jatuh ke tanah
seperti juru ketik yang menghentak riuhkan mesin tik tuanya dengan ke
sepuluh ujung jari yang nampak datar. Sepertinya indah bila hujan membasahi aku sedikit saja. Bosan hanya mengintipmu saja dari sini.
Awan hitam cukup sinis menggodaku. Berharap angin berpihak padaku dan membawa lari kegelapan di sisi semesta.
Aku
selalu suka sehabis hujan, kataku. Tapi kamu tak pernah percaya aku
ada. Bagian mana lagi yang kamu tak percayai. Sedangkan aku begitu setia
menunggu hujan reda.
Tunggulah beberapa saat lagi aku akan di
sana. Saksikanlah kedatanganku lalu hitung berapa jumlah warnaku. Tak
ada yang berbeda, semua sama sejak Tuhan menciptakan aku ada di antara
semesta.
Oh ya, aku lupa bahwa hujan tak pernah menunggu aku, pelangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar